Mahasiswi Fakultas Industri, Program Studi Informatika Universitas
Pembangunan Nasional (UPN) "Veteran" Jawa Timur, Eva Yulia
Puspaningrum berhasil menciptakan aplikasi deteksi iklim lewat ponsel. Karyanya
ini menjawab kegelisahan petani yang kesulitan menentukan musim tanam karena ketidakpastian
iklim.
Saat ditemui di kampusnya, Rabu (11/1/2012) lalu, Eva tampak sibuk
mengutak-atik ponselnya yang sudah terkoneksi dengan sistem tersebut.
“Saya membuat software atau aplikasi khusus memantau musim secara
update. Saya fungsikan aplikasi ini cukup dengan HP(handphone),” ujar gadis
kelahiran 5 Juli 1989, yang baru saja diwisuda ini.
Meski tergolong sederhana,
aplikasi sistem peringatan dini kekeringan tersebut memberikan manfaat
luar biasa. Khususnya kepada para petani yang beberapa tahun belakangan ini
dipusingkan dengan iklim tak menentu.
Seperti yang terjadi di Lamongan pada bulan Mei. Banyak petani di
wilayah Lamongan dan sekitarnya yang meninggalkan tanaman padi dan beralih ke
palawija, jagung, kedelai, atau tanaman pertanian lainnya. Ternyata,
bulan-bulan itu hujan masih terus turun. Akibatnya, tanaman yang tak suka air
ini kebanyon (becek).
Departeman Pertanian tertarik dan menjadikan temuan ini sebagai salah
satu proyek pemerintah. Berkat aplikasi tersebut, Departeman Pertanian mendanai
karya Eva.
“Sebenarnya semua atas bimbingan dosen juga. Kami juga diarahkan,” kata
Eva yang lulus dengan IPK 3,90.
Akan tetapi, hasil karya Eva ini masih belum mutakhir dalam perkembangan
pantauan iklim di Jawa Timur. Oleh karena itu, Departemen Pertanian meminta
bekerja sama dengan BMKG Jatim. Sebab, alat pendeteksi kekeringan melalui HP
itu masih berpatokan pada tren atau kecenderungan iklim pada sepuluh tahun
terakhir.
“Sementara, selama ini masih mengacu pada tren iklim sebelumnya. Setiap
bulan akan ada SMS masuk memberitahukan bahwa bulan ini akan terjadi hujan.
Tidak hanya itu, tingkat kelembaban dan intensitas hujan juga diketahui. Namun,
akan sempurna jika nanti jadi menggandeng BMKG. Sebab, lembaga inilah yang
tepat memprediksi cuaca,” papar Eva.
Mekanismenya, petani atau pelanggan harus mendaftar terlebih dahulu
melalui internet. Eva lebih dulu membuat situs, www.siagacuaca.com. Begitu
masuk menu daftar, harus diikuti mengisi biodata dan dikirim. Bagi yang sudah
mendaftar, setiap bulan akan mendapatkan kiriman informasi cuaca.
Eva pun sudah mengenalkan karyanya kepada para petani. Menurutnya,
banyak petani yang berminat. Dibutuhkan waktu sekitar setahun mempersiapkan
penelitian dan pembuatan alat tersebut. Mulai membuat data base menyangkut
iklim, suhu, cuaca, kelembaban, dan curah hujan.
”Yang agak lama adalah membuat tampilan web ciptaan kami. Kemudian web ini
kita koneksikan dengan HP. Bahasa pemrogaman aplikasi ini sehingga menjadi SMS
adalah dengan PHP. Agar mobile menggunakan bahasa pemrogaman WML. Karena
berbasis SMS, kami memanfaatkan sistem gammu. Mudah-mudahan kami jadi
menggandeng BMKG,” harap Eva
Shafwandi
Made In Indonesia